Posted by : Moneta Sabtu, 24 Desember 2011


HANTU KAPAL ?
“Kisah Dimana Semua Rahasia Hantu Terbongkar”
By Moneta

Suara dering telepon membangunkanku dari tidurku yang nyenyak. Segera kuberanjak dari tempat tidurku dan mencari asal suara itu, dan ternyata itu hanyalah suara alarm handphone-ku.
Ku menghela nafas sambil berusaha membuka mataku yang masih terasa berat. Merasa tak bisa menahan mataku, aku pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahku di wastafel. Saat aku merasa bisa menahan mataku, aku keluar dari kamar mandi dan segera membereskan kamarku.
Kulirik jam dinding di kamarku, jam tua usang pemberian kakekku itu sudah menunjukkan pukul 08.03. Sekali lagi, aku menghela nafas sambil melirik ke luar jendela kamarku yang gordennya tak pernah kututup saat tidur. Ku lihat, banyak anak kecil berlarian, lalu lalang di depan rumahku yang besar ini.
Untuk yang ketiga kalinya aku menghela nafas dan segera melihat kalender di atas meja belajarku. Sebuah angka sudah terlingkar spidol merah disekelilingnya, aku melihat hari dari tanggal itu.
“Hari Jum’at tanggal 9 September ya? Ho.... ada acara apa ya? Oh.. iya, katanya Vira mau ngajak ke suatu tempat,” kataku malas dengan mata yang hanya terbuka setengah, lalu menguap.
Selesai dari membereskan tempat tidurku, aku segera memasuki kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku. Entah mengapa, aku merasa Vira akan mengajakku ke tempat yang akan sedikit menantang.
Sekitar 30 menit aku mandi dan keluar dari kamar mandi dalam keadaan segar tanpa rasa kantuk yang menyerang. Hari ini aku mengenakan pakaian serba hitam, kaos leher panjang warna hitam, jaket kulit warna hitam, celana jeans panjang warna hitam, bahkan aku sudah menyiapkan topi dan sepatu kats hitam.
Setelah menguncir rambutku yang panjang dan berwarna hitam pekat ini, aku segera berjalan menuju ruang makan untuk mengambil roti dengan selai rasa buah persik kesukaanku.
Sesampainya di ruang makan rumahku yang cukup luas, aku langsung mengambil roti itu dan menggigitnya dengan malas. Aku mengunyah roti itu dengan perasaan malas dan sedikit kesal karena mama dan papa sudah pergi, hingga akhirnya handphone-ku yang sedari tadi kumasukkan ke saku jaket berdering dengan sebuah lagu yang sudah ku ketahui siapa yang menelfon.
“Halo.... kamu mau ngajak aku kemana?” tanyaku lancang karena sedang malas.
Assalamu’alaikum!!!” katanya jengkel dengan nada yang terdengar tinggi.
Wa’alaikumsalam,” balasku yang akhirnya tersadar dari rasa malasku.
OK! Are You Ready?” tanyanya to the point.
“OK! Vir, bilang kita mau kemana?” tanyaku balik sambil menggigit rotiku. Aku meminum jus jerukku dan akhirnya ia mematikan sambungan telepon sambil berbisik, ‘baca koran!’
Langsung ku ambil koran yang ada di atas meja makan keluargaku ini, namun lebih tepatnya di depan kursi milik papa. Koran itu sudah terlihat sedikit berlipat tanda bahwa sudah ada orang yang membacanya dalam waktu lama.
Kulihat berita utama koran itu yang ada di halaman pertama. Setengah halaman itu sudah di penuhi dengan berita Hantu (?). Aku tersenyum simpul dan langsung meletakkannya kembali di depan kursi papa.
“Ternyata dia mau aku memecahkan masalah hantu itu,” kataku sambil meneguk jus jerukku. Selesai dari sarapan pagi yang tak terasa ini, aku segera memasuki kamarku yang letakknya berada di sebelah ruang tamu di bagian depan rumah.
Aku mengeluarkan sebuah baju training dari dalam lemari pakaianku, lalu memasukkannya ke dalam tas selempangku. Setelah itu aku menunggu kedatangan Vira sambil menonton TV di ruang keluarga. Dan seiring berjalannya waktu Vira sudah menjemputku dengan mobil pribadinya.
Dia menjemputku dan segera mengajakku ke dalam mobilnya. Tapi sebelumnya, aku mengirim SMS pada mama bahwa aku akan pergi dan kunci rumah tetap kubawa, karena mama dan papa memiliki kunci cadangan.
Sepanjang perjalanan aku mulai bercerita dengan Vira.
“OK Vir, aku tahu kamu mau ngajak aku ke Pelabuhan Pangkal Balam kita untuk mencari kebenaran tentang Hantu di salah satu kapal di pelabuhan itu ‘kan? Walaupun SMP kita sedang libur karena ujian kakak kelas, aku mau alasan yang jelas,” tanyaku sambil memakai topiku.
“he he.... soalnya aku gak percaya sama hantu,” katanya sambil tersenyum simpul.
“Itu kalimatku, sebenarnya kamu ingin bilang begini ‘kan? ‘aku kan takut ama hantu’ iya ‘kan?” kataku jengkel sambil menatap lurus ke depan.
“He he... kamu tahu aja. Lagian, aku tahu kamu pasti bisa mengalahkan orang-orang yang berpendapat tentang hantu di kapal itu,” katanya sambil tersenyum simpul (lagi).
“Ha he ha he.... sejak awal aku udah gak percaya, mana mungkin kapal yang hanya karena berlayar tengah malam dan pernah menemukan banyak ikan mati di lautan itu di katakan sebagai kapal hantu?” kataku kesal dan jengkel.
“Tapi, aku mau merasakan bagaimana keadaan di dalam kapal saat tengah malam,” katanya senang sambil menggosok kedua telapak tangannya. Aku hanya diam dan mengangguk-angguk sambil berkata pelan “ya, ya.”
Seiring berjalannya waktu dan juga berjalannya mobil ini kami sudah berada di kawasan ‘Pelabuhan Pangkal Balam’ dan sementara menunggu malam tiba kerjaanku hanya membuka Internet lewat handphone-ku dan sesekali membaca novel usangku yang sudah terbit sejak tahun 1992 lalu, sebelum aku lahir.
Dan ketika acara di mulai pukul 22.00 malam, aku langsung memasang wajah serius sambil memandang seorang pembimbing perempuan yang mengaku dirinya seorang pawang hantu. Lalu, tanpa kusadari kapal berhantu ini sudah berlayar menuju laut lepas.
Pertama, perempuan itu memperkenalkan namanya, ia mengatakan bahwa namanya adalah Maria, pawang hantu dari Australia. Setelah itu ia mengajak kami ke dek kapal dan mengeluarkan sepasang besi mengkilap berbentuk huruf L, orang-orang mengatakan bahwa itu adalah alat pencari air.
“Baiklah, disini kita akan membuktikan bahwa hantu nelayan yang membunuh banyak ikan di lautan ini dan membiarkan ikan-ikan tersebut tersebar di lautan ini untuk menggeser besi ini!” katanya sambil mengangkat 2 batang besi itu ke atas. “siapa yang mau menjadi sukarelawan?!” tanyanya lagi sambil melihat sekeliling. Kulihat semua orang yang ada di sini termasuk para wartawan koran sudah berkeringat dingin, sepertinya mereka gugup dan sedikit ketakutan.
“AKU!!!” Teriak Vira. Aku terdiam memperhatikannya sejenak, namun pandanganku langsung teralihkan pada Maria, ia tersenyum licik. Kenapa?
Virapun segera maju melewati kerumunan orang-orang itu sambil terus tersenyum ketika silaunya cahaya dari kamera datang. Sepertinya ia sangat ketakutan, walaupun ia terus tersenyum terlihat jelas bahwa dia sedang ketakutan karena tubuhnya sudah mengeluarkan banyak keringat.
“Baiklah... pegang gagang yang pendek dengan pelan, jangan terlalu kuat dan jangan terlalu gugup OK!” kata Maria sambil memberikan sepasang batang besi itu pada Vira.
Vira mengikuti kata-katanya dan seiring berjalannya waktu 2 batang besi itu mulai bergerak. Bergeser dengan berlawanan arah namun bukan ke luar tapi ke dalam.  Angin berhembus kencang dan mulai menyibakkan rambutku yang panjang.
“Wow.... sepertinya punggungku mulai terasa dingin,” kata Vira dengan suara yang agak tertekan dan bergetar.
“Sabar, tahan, hantu itu pasti cuma ingin menggodamu,” kata Maria sambil tersenyum licik.
“Wah.... lihat, besinya menyilang!” Jerit Vira histeris.
“OK! Terima kasih! Sekarang berikan besi itu,” kata Maria sambil menyodorkan tangannya, namun tiba-tiba, saat Vira hendak memberikan besi batangan itu.... klik.... dalam sekejap semua lampu di kapal itu mati dan keributan mulai terjadi.
“Tenang! Tenang! Ini semua hanyalah perbuatan iseng hantu-hantu itu!” kata Maria menenangkan kerumunan. Dan tentu saja sebelumnya aku sudah menarik tangan Vira agar tak terjadi hal-hal yang tak di inginkan.
Dan dalam beberapa saat kemudian, lampu kembali hidup, namun kali ini disertai dengan jeritan beberapa orang perempuan.
“KYAAAA......” Jerit mereka serentak yang membuat perhatian para wartawan teralihkan dari masalah lampu. Aku memandangi 5 orang wanita yang menjerit itu. Yang pertama ada di sudut kanan depan kapal, yang kedua juga di depan namun di sudut kiri, yang ketiga berada di sudut kiri belakang kapal, yang ke empat di sudut kanan belakang kapal, dan yang seorangnya lagi tepat di tengah kerumunan.
“ADA APA?!” Teriakku langsung. Dan tak disangka-sangka ke-5 perempuan itu menjawab serentak dengan kalimat yang sama pula.
“ADA ASAP!!!” Teriak mereka. Mereka semua menunjuk tempat-tempat di mana ada kepulan asap keluar. Ada di setiap sudut kapal dan yang terbesar di atas dek. Dengan cepat beberapa orang mengambil alat pemadam kebakaran dan menyemprotkannya, Maria langsung menenangkan semua penumpang. Merasa ada yang aneh aku segera berjalan menuju salah satu tempat munculnya asap, tapi entah mengapa Maria seolah mengalihkan pandangan.
“OK! Kita masuk ke ruang bagian bawah,” katanya sesegera mungkin, namun aku tak menghiraukannya dan tetap melihat masalah pada bagian kapal ini, saat melihat bagian bawah dari kapal yang mengeluarkan asap itu, aku menemukan benda seperti serbuk. Aku tersenyum sebentar dan langsung mengikuti yang lain turun ke ruang bawah.
Saat tiba di situ, ku lihat semuanya seperti berusaha menjauh dari sebuah tiang besi besar, tapi aku sebaliknya aku malah mendekati tiang itu. Perlahan aku mendengar suara seperti suara isak tangis orang-orang. “Hu... hu...”
Di situlah semuanya mulai ketakutan dan mulai mendekatkan diri pada Maria. Semua terlihat berkeringat dan wajah mereka mulai memucat. Setelah melihat semua wajahitu, Maria mulai berkata dengan suara lantang, “BAIKLAH!!! HANTU PERGILAH DAN JANGAN GANGGU KAMI LAGI!!!”
Dan dalam sekejap suara tangisan itu menghilang, walaupun masih terdengar seperti suara gema.
“SEMUANYA, Kita masih dalam perjalanan menuju Pelabuhan Pangkal Balam, maka dari itu kalian bisa tidur di kamar penumpang yang sudah kami sediakan,” lanjut Maria sambil tersenyum licik.
“Sebelum itu, bisakah semuanya berkumpul di dek?!” kataku lantang dengan tatapan tajam ke arah Maria, dan entah mengapa air muka Maria berubah, seperti ketakutan.
“Mau apa kau, bocah?” tanya seseorang dari kerumunan.
“Aku mau membongkar semua rahasia hantu kapal ini!” kataku lebih tajam.
“Bocah!!! Jangan di dengarkan,” kata Maria sambil tersenyum simpul.
“Tidak!!! Aku tertarik,” kata seorang wartawan diiringi beberapa kalimat pendukung. Akhirnya semua mau mendengarkan kata-kataku. Semua berjalan naik ke dek dan mulai mengikuti instruksiku. Mula-mula, aku menyuruh mereka duduk di lantai dek kapal ini.
Awalnya mereka menolak tapi karena rasa keingintahuan mereka tinggi, mereka rela mengikuti kata-kataku.
“Baiklah, dari semua misteri itu, kalian mau mulai dari mana?” tanyaku sambil berlagak seperti seorang yang pintar.
“Dari awal saja!” celetuk Vira.
“OK! Masalah tentang alat pencari air itu. Apakah kalian tahu bahwa sebenarnya besi itu bergerak sendiri?” tanyaku.
“Berarti benar dong, ada hantu,” kata seorang anak kecil.
“Tidak, kalian tahu bahwa kapal ini sudah berlayar dan kalian juga merasakan bahwa dari tadi kapal ini terus oleng ke kiri dan ke kanan,” kataku sambil mengangkat bahu dan tanganku.
“Jadi, besi itu bergerak karena pengaruh ombak ini?” tanya seseorang.
“Yup... dan yang kedua adalah masalah Vira yang mulai terasa dingin di punggungnya, itu karena dia berkeringat. Kalian tahukan? Kalau air ditiup, air tersebut akan terasa dingin, dan sama seperti keringat, jika ditiup oleh angin darat yang kencang ini, otomatis punggung yang berkeringat itu akan menjadi dingin,” kataku. Rambutku mulai melayang lagi karena angin.
“Yang ketiganya apa?” tanya Vira. Kuperhatikan Maria yang mulai memandangku cemas dan meneruskan perkataanku.
“Ketiga adalah masalah asap! Sejak awal sudah ada yang merencanakan untuk mematikan lampu di kapal dan tentu saja ada yang memanfaatkannya untuk melakukan trik asap ini. Kalian tahu kapur, kan?” tanyaku.
“Tentu saja! Apa kau pikir kami tak pernah sekolah?” kata seseorang dengan nada tinggi.
“Tapi, apakah kalian tahu jika kapur yang sudah dihancurkan hingga menjadi bubuk bisa mengeluarkan asap hanya dengan setetes air?” tanyaku dengan tatapan tajam, semua terdiam.
“Benar juga! Kapur jika disirami dengan air akan memanas dan bahkan bisa mengeluarkan asap,” kata seorang wartawan sambil menghentikan gerakannya. Semua terdiam dan mulai memandangiku dengan serius. Aku mulai mengeluarkan sebuah kantong plastik dari saku jaketku dan mengambil segenggam kapur dari atas dek itu dan terbukti, memang banyak kapur di situ.
“Disaat mati lampulah seseorang menyiraminya dengan air. Dan yang terakhir masalah suara tangisan di ruang bawah. Siapa saja tahu bahwa benda padat seperti besi bisa menghantarkan panas, tapi siapa sangka ternyata besi juga bisa menghantarkan suara?!” kataku tajam sambil menatap Vira. Semua tercengang, dan silaunya cahaya kamera sempat membuatku kewalahan.
“Apa?” teriak Maria.
“Ya, ada seseorang dari atas yang memperdengarkan suara rekaman orang menangis dari atas dek, sehingga suara itu mengalir melalui besi dan keluar di tiang besi di bawah, seperti saat kalian mendekatkan telinga kalian pada rel kereta, suara kereta akan terdengar walaupun kalian tak melihat keretanya sama sekali. Maaf menceritakan sesuatu yang tak ada di Pulau Bangka ini,” kataku sopan. Semua tercengang dan langsung melihat Maria.
“Berarti selama ini kita hanya di tipu?” jerit seseorang.
“Kita harus membayar banyak uang hanya untuk melihat penipuan konyol ini?” tambah yang lain.
“Hei... hei... apakah kalian bisa percaya begitu saja ucapan anak SMP?” kata Maria gugup.
“Karena dia bisa membuktikannya,” kata Vira. Semua mulai ingin menghakimi sendiri Maria dan beberapa orang lainnya yang bekerja sama dengan Maria. Namun, cepat ku cegah, aku katakan bahwa lebih baik di serahkan pada polisi pada saat kami sampai di pelabuhan nanti.
Dan setibanya di pelabuhan, semua orang langsung heboh meminta kembali uang ganti rugi. Beberapa wartawan masih mewawancaraiku, kuladeni saja karena tak ingin di kejar-kejar. Sedangkan Maria? Ia dan komplotannya langsung dibawa ke kantor polisi atas tuduhan penipuan.
Besoknya berita mengenai terbongkarnya kapal hantu ini, di terbitkan besar-besaran di koran dengan cuplikan gambarku terpampang besar ketika aku menjelaskan semua rahasia itu. Dan juga wajah Maria dan kawan-kawannya terpampang dengan ukuran kecil di samping cuplikan gambarku.
Akhirnya kasus hantu kapal ini terpecahkan hanya dengan seorang anak SMP sepertiku. Aku tak tahu mengapa bisa menyukai hal-hal seperti itu, tapi aku hanya menjalaninya demi orang banyak, bukan untuk diriku sendiri.
Semoga tak ada lagi orang-orang seperti Maria yang menghalalkan segala cara demi uang, bahkan harus membohongi orang di seluruh dunia, hal itu harus segera dimusnahkan agar tak menjamur lagi di kehidupan kita. (Bagaimana kalimatku, kerenkan?)

"_>"

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 My Simple Story - Gumi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -